Minggu, 01 Januari 2012

PENDIDIKAN INKLUSIF DAN ARAH BARU DALAM PENDIDIKAN


A.Pengertian Pendidikan Inklusif
Istilah inklusif berkaitan dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak individu. Dalam ranah pendidikan, istilah inklusif dikaitkan dengan model pendidikan yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan atau kelainan yang dimiliki individu. Istilah pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep inklusif memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah.
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin menyatakan bahwa hakikat inklusif adalah mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi mereka yang memiliki ketidakmampuan khusus atau memiliki kebutuhan belajar yang luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu tinggi dan tepat. Baihaqi dan Sugiarmin menekankan bahwa siswa memiliki hak yang sama tanpa dibeda-bedakan berdasarkan perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Perbedaan yang terdapat dalam diri individu harus disikapi dunia pendidikan dengan mempersiapkan model pendidikan yang disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan individu tersebut. Perbedaan bukan lantas melahirkan diskriminasi dalam pendidikan, namun pendidikan harus tanggap dalam menghadapi perbedaan.
Daniel P. Hallahan mengemukakan pengertian pendidikan inklusif sebagai pendidikan yang menempatkan semua peserta didik berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut. Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa pendidikan inklusif menyamakan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pengertian pendidikan dalam Permendiknas di atas memberikan penjelasan secara lebih rinci mengenai siapa saja yang dapat dimasukkan dalam pendidikan inklusif. Perincian yang diberikan pemerintah ini dapat dipahami sebagai bentuk kebijakan yang sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia, sehingga pemerintah memandang perlu memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik dari yang normal, memiliki kelainan, dan memiliki kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan. Dengan demikian pemerintah mulai mengubah model pendidikan yang selama ini memisah-misahkan peserta didik normal ke dalam sekolah reguler, peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan bakat istimewa ke dalam sekolah  akselerasi, dan peserta didik dengan kelainan ke dalam Sekolah Luar Biasa (SLB).
Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas secara umum menyatakan hal yang sama mengenai pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif berarti pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain. Dengan demikian, pendidikan inklusif, sesuai dengan beberapa pengertian diatas, selain menampung anak-anak yang memiliki kelainan juga menampung anak-anak yang memiliki bakat atau kecerdasan luar biasa agar dapat belajar bersama-sama dalam satu kelas.

B.Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

Landasan yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia yaitu landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan empiris. Secara terperinci, landasan-landasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Landasan Filosofis

Pendidikan Inklusif adalah pendidikan yang didasari semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan Inklusi merupakan Implementasi pendidikan yang berwawasan multikural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menhargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis. Adapun filosofi yang mendasari pendidikan inklusif adalah keyakinan bahwa setiap anak, baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layanya anak-anak “normal” lainnya dalam lingkungan yang sama (Education for All ). Secara lebih luas, ini bisa diartikan bahwa anak-anak yang “normal” maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah selayaknya dididik bersama-sama dalam sebuah keberangaman yang ada di dalamnya. Di sini, mereka tidak semata mengejar kemampuan akademik, tetapi lebih dari itu, mereka belajar tentang kehidupan itu sendiri.

Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1)    Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti Bhinneka Tunggal Ika.
2)    Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa: (a) manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi (inklusif) dan bahwa kemuliaan manusia di sisi Allah adalah ketaqwaannya. (b) Allah pernah menegur Nabi Muhammad SAW karena beliau bermuka masam dan berpaling dari orang buta. (c) Allah tidak melihat bentuk (fisik) seorang muslim, namun Allah melihat hati dan perbuatannya. (d) Tidak ada keutamaan antara satu manusia dengan manusia yang lain.
3)    Pandangan universal hak asasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, dan hak pekerjaan.

2. Landasan Yuridis

Secara yuridis, pendidikan inklusif dilaksanakan berdasarkan atas:

1)    UUD 1945
2)    UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
3)    UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
4)    UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
5)    UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6)    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
7)    Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003
Perihal Pendidikan Inklusif: menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap  Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4(empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK.
8)    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Khusus untuk DKI Jakarta, landasan yuridis yang berlaku yaitu:
9)    Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.

3. Landasan Empiris

Landasan empiris yang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan inklusif yaitu:

1)    Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration of Human Rights).
2)    Konvensi Hak Anak 1989 (Convention of The Rights of Children).
3)    Konferensi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua 1990 (World Conference on Education for All).
4)    Resolusi PBB nomor 48/96 Tahun 1993 Tentang Persamaan Kesempatan Bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization of opportunitites for person with dissabilities).
5)    Pernyataan Salamanca Tentang Pendidikan Inklusi 1994 (Salamanca Statement on Inclusive Education).
6)    Komitmen Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua 2000 (The Dakar Commitment on Education for All).
7)    Deklarasi Bandung 2004 dengan komitmen “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif
8)    Rekomendasi Bukittinggi 2005 mengenai pendidikan yang inklusif dan ramah.

C.Model Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Keuntungan dari pendidikan inklusif adalah bahwa anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai dengan potensinya masing-masing.

Dengan melihat adanya penyesuaian terhadap kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam setting pendidikan inklusif model pendidikan yang dilaksanakan memiliki model yang berbeda dengan model pendidikan yang lazim dilaksanakan di sekolah-sekolah reguler.

Pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua model. Pertama yaitu model inklusif penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler. Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus.

Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model pendidikan inklusif moderat. Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud yaitu:

1.    Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusif penuh.
2.    Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming.

Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.

Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).




D. Komponen Pendidikan Inklusif

Karena terdapat perbedaan dalam konsep dan model pendidikan, maka dalam pendidikan inklusif terdapat beberapa komponen pendidikan yang perlu dikelola dalam sekolah inklusif, yaitu:

1. Manajemen Kesiswaan

Manajemen kesiswaan merupakan salah satu komponen pendidikan inklusif yang perlu mendapat perhatian dan pengelolaan lebih. Hal ini dikarenakan kondisi peserta didik pada pendidikan inklusif yang lebih majemuk daripada kondisi peserta didik pada pendidikan reguler. Tujuan dari manajemen kesiswaan ini tidak lain agar kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Manajemen Kurikulum

Pendidikan inklusif masih menggunakan kurikulum standar nasional yang telah ditetapkan pemerintah. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, kurikulum pada pendidikan inklusif disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Pemerintah menyatakan bahwa kurikulum yang dipakai satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya.
Ø  Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari :
1.    Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
2.    Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
3.    Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI),  yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.
3.Manajemen Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat porsi tanggung jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada pendidikan noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
4.Manajemen Sarana dan Prasarana

Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar mengajar.

5. Manajemen Keuangan / Dana

Pendanaan pendidikan inklusif memerlukan manajemen keuangan atau pendanaan yang baik. Walaupun penyelenggaraan pendidikan inklusif dilaksanakan pada sekolah reguler dengan penyesuaian-penyesuaian, namun tidak serta merta pendanaan penyelenggaraannya dapat diikutkan begitu saja dengan pendanaan sekolah reguler. Maka diperlukan manajemen keuangan atau pendanaan yang mampu memenuhi berbagai kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif dan mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan pendanaan.

6.Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dan Masyarakat)

Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Stake holder pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam rangka memajukan pendidikan. Apalagi dalam semangat otonomi daerah dimana pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang didesentralisasikan, maka keterlibatan masyarakat merupakan suatu keharusan. Dalam rangka menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan  dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.

7. Manajemen Layanan Khusus

Dalam pendidikan inklusif terdapat komponen manajemen layanan khusus. Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan lingkungan. Kepala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus ini.

E.Tahapan Penerapan Pendidikan Inklusif

  1. Sebelum menerapkan inklusi ,sebaiknya sekolah sudah penerapan terlebih dahulu prisip-prisip MBS dengan tiga pilar utama: menagemen sekolah yg tranparan, akuntable dan demokarif; PAKEM dan optimalisasi peran serta masyarakat.
  2. Kepala sekolah,guru,komite, dan orangtua mendapatkan pemahaman apa, bagaimana, mengapa konsep inklusi perlu di terapkan.
  3. Kepala sekolah dan guru (yang nantinya akan menjadi GPK=GURU pembibing Khusus) harus mendapatkan pelatihan bagaimana menjalankan sekolah inklusi.
  4. GPK mendapatkan pelatihan teknis memfasilitasi anak ABK.
  5. Asesmen di sekolah dilakukan untuk mengetahui anak ABK.
  6. Sekolah melakukan motivasi dan penjaringan di masyarakat agar anak ABK yang belum masik sekolah mendapatkan pendidikan secara seimbang dengan memasukannnya ke sekolah inklusi.
  7. Pengadaan aksesiblilitas ( sarana dan prasarana bagi ABK)sesuai kemampuan sekolah.
  8. Menyelenggarakan pembelajaraan inklusi.
  9. Mengadakan Bimbingan khusus atas kesepahaman dan kesepakatan dengan orang tua ABK.

F.Hal Yang Harus Diperhatikan Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

  1. Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yg hangat, ramah menerima keanekeragaman menghargai perbedaan.
  2. Sekolah harus siap mengelola kelas yg heteogen dengan menerapan kurikulum dan pembelajaran yg bersifat individual
  3. Guru harus menerapkan pembelajaran yg interatif
  4. Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profisi atau sumberdaya lain dalam perecanaan,pelaksanaan dan evaluasi
  5. Guru dituntut melimbatkan orangtua secara bermakna dalam proses pendidikan

G.  Sisi Positif Pendidikan Inklusif :

1. membangun kesadaran dan consensus pentingnya pedidikan influsi sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yg diskriminatif;
2. melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan local,memgumpulkan infomasi;
3. mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah;
4. mengindenfikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik,social,dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran;
5. melibatkan masyarakat dalam melakukan perecanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

H.Pendidikan Inklusif Sebagai Arah Baru Dalam Pendidikan

Arah baru dalam pendidikan ialah sesuatu proses untuk menuju ke masa yang lebih maju dan kemasa yang lebih global dan demokrasi . banyak proses – proses yang harus ditempuh dalam melakukan arah baru dalam pendidikan yang kelak akan menjadi pedoman dan menjadi tuntunan dalam dunia pendidikan yang akan terus berkembang. Pendidikan inklusif menjadi jembatan untuk mewujudkan pendidikan untuk semua atau education for all, tanpa ada seorang pun yang tertinggal dari layanan sistem pendidikan. Pendidikan inklusif ini diyakini membuat sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik. Di masa depan, pendidikan inklusif juga bisa menghancurkan eksklusivitas sosial dalam masyarakat. Sheldon Shaeffer dari Biro Pendidikan Regional Asia Pasifik UNESCO, dalam Konferensi Persiapan Regional Asia Pasifik mengenai Pendidikan Inklusif, menjelaskan, pendidikan inklusif merupakan sebuah proses menuju dan merespons keragaman kebutuhan peserta didik melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya, dan masyarakat, serta mengurangi ketertinggalan dalam dan dari pendidikan. Semangat pendidikan inklusif memandang perbedaan di antara para siswa sebagai sebuah tantangan yang memberikan keuntungan, bukan hambatan dalam pembelajaran di sekolah. Pendidikan yang demikian mampu terlaksana jika kita mengakui bahwa semua anak berhak mendapat pendidikan berkualitas.

  “Pendidikan inklusif, khususnya di Asia, tidak hanya bagaimana mengintegrasikan sekelompok anak dalam suatu pendidikan khusus. Perlu difokuskan bagaimana mengembangkan strategi menghilangkan hambatan-hambatan dalam belajar dan sebaliknya semua anak bisa berpartisipasi. Hanya dengan cara ini, kita dapat mencapai pendidikan berkualitas bagi semua,” kata Sheldon.

   Karena itu, perlu diciptakan sekolah ramah anak supaya mereka sadar akan hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan berkualitas baik. Sheldon menyebutkan sekolah ramah anak adalah sekolah yang mencari anak. Artinya, sekolah itu harus mau mengidentifikasi anak-anak yang tidak terjangkau dan membantu mereka untuk mendapatkan hak pendidikan. Sekolah juga harus berpusat pada anak, yaitu mengembangkan potensi anak secara penuh meliputi semua perkembangan anak, yakni kesehatan, status gizi, dan kesejahteraan, serta peduli terhadap apa yang terjadi pada anak sebelum masuk sekolah dan setelah lulus. “Yang penting dari semua adalah sekolah harus memiliki kualitas lingkungan belajar yang baik, yakni yang responsif jender, mendorong partisipasi anak-anak, keluarga, dan masyarakat,” kata Sheldon.

  Namun, pada kenyataannya masih banyak anak-anak yang tertinggal dari layanan pendidikan. Mereka adalah anak-anak penyandang ketunaan atau berkebutuhan khusus, anak-anak jalanan dan pekerja anak, anak-anak yang berada di lingkungan yang sulit seperti konflik bersenjata dan bencana alam, anak-anak yatim piatu dan yang dibuang, anak-anak dari keluarga sangat miskin, anak-anak yang terinfeksi HIV/AIDS, serta anak-anak migran/pengungsi.

·         Perhatian Dunia Terhadap Pendidikan Inklusif

Renato Opertti dari Biro Pendidikan Internasional UNESCO mengatakan, pendidikan inklusif telah tumbuh menjadi perhatian dunia yang menantang proses reformasi pendidikan di negara maju dan berkembang. Sasarannya adalah memberikan layanan pendidikan berkualitas yang didefinisikan kembali sebagai proses belajar dengan memperhitungkan kemampuan belajar anak yang berbeda, mengurangi eksklusivitas, dan tidak mengajarkan pengetahuan akademik yang tinggi semata.
Untuk dapat melaksanakan pendidikan inklusif ini dibutuhkan sistem pendidikan dan peran guru yang mengarah pada paradigma baru pendidikan, yaitu mampu memanusiakan anak-anak didik. Untuk komitmen ini butuh pengajaran kuat pada guru sejak pendidikan di perguruan tinggi hingga pendidikan selama menjadi guru. Pengajaran guru seharusnya didasarkan pada paradigma untuk bisa memahami siswa dalam keberbedaannya. Dengan kurikulum yang fleksibel, guru akan mudah mengerti mengenai perbedaan anak-anak yang memiliki kapasitas khas. Pendidikan guru dibawa untuk mengubah label-label yang mempertahankan hierarki kemampuan yang sering kali menutup potensi siswa. Yang ditekankan justru potensi belajar terbuka bagi setiap siswa dan distimulasi.

   Pendidikan inklusi itu juga merespons kebutuhan budaya dan kelompok sosial beragam. Ini tantangan tidak mudah, tetapi pendidikan sedang menuju kepada pembiasaan untuk menerima keragaman mulai dari sekolah.

   Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, kebijakan pendidikan Indonesia mengharuskan tidak boleh ada anak tertinggal layanan pendidikan, dan pendidikan dilakukan secara holistik. Tantangan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar, heterogen, dan wilayah yang sangat luas.

   Upaya menjangkau semua warga untuk menikmati pendidikan terus dilakukan dan ditingkatkan. Anak-anak berkebutuhan khusus seperti penyandang berbagai ketunaan dan anak cerdas istimewa mendapat pendidikan khusus dengan sekolah atau kelas khusus atau kelas akselerasi. Untuk anak-anak jalanan, di daerah terisolasi, miskin, pengungsi, atau di daerah konflik dan bencana alam, diberikan pendidikan layanan khusus. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar